Kamis, Desember 25, 2014

Meminjam Energi.


Benar bahwa energi itu kekal, hanya berubah wujud.

Energi yang menghuni dalam sistem di bumi ini, dari dulu tetap. Hanya saja perubahan energi dari wujud satu ke lainnya menyebabkan tingkat ketidakberaturan sistem yang terus menerus meningkat hingga suatu saat bumi ini dilenyapkan dan berubah wujud dalam suatu sistem baru yang belum diketahui pasti pola keberaturannya.

Jika, ketidakberaturan ternyata adalah keberaturan itu sendiri, maka perubahan energi dari suatu wujud menjadi wujud lainnya dalam suatu sistem, memiliki tingkat keberaturan yang tetap. Dengan demikian, mengupayakan untuk mengeluarkan energi dengan cara memecah inangnya yang berupa sumber alam di bumi, apakah kayu, batu, minyak dan gas justru memicu ketidakberaturan sistem yang justru akan mempercepat sistem dalam bumi ini menuju ke keberaturannya yang absolut, yaitu; Lenyap. 

Artinya, ada cara lain untuk menggunakan energi yang diperlukan guna menunjang kebutuhan manusia dengan cara meminjam energi dalam sistem yang teratur di bumi. Meminjam, bukan mengeluarkan paksa energi dari dalam inang tempatnya bernaung. Dan beberapa energi yang bisa dipinjam serta memang telah disediakan dalam sistem yang teratur dalam bumi seperti; sinar matahari, angin, ombak, aliran air dan sebagainya.

Masalahnya, sejak revolusi industri pada pertengahan abad 18 hingga 19, manusia mulai terbiasa dengan penggunaan energi yang dipaksa keluar dari dalam inangnya berupa sumber alam tadi agar dapat menghidupkan sebuah karya manusia yang bernama mesin. 

Sekian ratus kemudian hingga saat ini ketergantungan manusia pada mesin masih menggelayut, belum bisa lepas mandiri, ibarat bayi yang belum bisa disapih dari tetek ibunya. Istilahnya; nenen sama mesin terus. Tanpa kehadiran mesin, perikehidupan manusia seolah tidak bisa dipermudah sama sekali. Sekian ratus tahun rupanya manusia sudah merasa nyaman dalam dekapan mesin.

Sampai saat inipun, belum ada perubahan yang radikal pada pola kerja mesin, dimana diperlukan energi dengan besaran kalori tertentu untuk menghasilkan panas agar bisa menggerakkan piranti mesin supaya dapat berkinerja sesuai dengan keinginan manusia untuk termudahkan kehidupannya. Dan energi yang digunakan kebanyakan melalui pemerkosaan atas isi bumi sebagai inang tempat bersemayam sebelumnya.

Menggerakkan mesin dengan cara meminjam energi dari keberaturan sistem di bumi, belumlah cukup mampu menghasilkan kinerja mesin agar membantu kehidupan manusia yang keinginannya semakin berkembang dari waktu ke waktu.

Padahal, jika logikanya dibalik, dimana bukan memandang konsep thermodinamika sebagai satu-satunya azas penggerak mesin secara otomatis tanpa tenaga manusia ataupun makhluk hidup lainnya. 

Juga jika memandang mesin bukan satu-satunya alat yang bisa membantu kehidupan manusia, maka ketergantungan terhadap mesin yang menyebabkan ketidakberaturan sistem di dalam bumi semakin meningkat akibat pemerkosaan terhadap isi bumi agar menghasilkan energi, dapat dikurangi bahkan ditiadakan sama sekali. 

Sehingga bumi pun suatu saat nanti, dengan sendirinya akan menemukan keberaturan absolutnya dengan cara yang tetap membuat nyaman penghuninya. Tidak melalui tahap yang carut marut, mengerikan.

Pada awal abad 20, ketika ilmu pengetahuan tertua yang dikenal manusia yaitu fisika kembali hidup dari mati surinya sejak berakhirnya era fisika klasik, yang ditandai oleh -salah satunya- penemuan fenomena cahaya yang bukan sekedar partikel namun juga gelombang, dimana penemuan ini turut memengaruhi manusia untuk mulai memikirkan cara-cara yang bisa membuat mereka termudahkan dalam berperikehidupan di bumi dengan tetap mengupayakan keberimbangan sumber-sumber alam yang tersedia di bumi.

Kenapa demikian? karena sejak itu pula manusia memasuki era fisika modern yang melalui pembelajarannya hingga menjangkau batas nalar diluar semesta bumi, manusia semakin menyadari bahwa keberaturan sistem di alam semesta ini, melalui proses ketidakberaturan sistem di dalamnya pada saat yang tepat nanti akan menempati suatu sistem keberaturan baru yang belum bisa terbuktikan bahkan terbayangkan seperti apa kondisinya. 

Dengan kata lain, manusia lambat laun juga semakin menyadari bahwa upaya untuk memaksa isi bumi untuk mempermudah kehidupan mereka justru akan mempercepat proses menuju ketidakberaturan sistem tersebut, dimana bayangan bumi yang berada pada kondisi nelangsa menjadi keniscayaan.

Jadi, saya percaya bahwa saat ini inisiatif untuk membantu mempermudah kehidupan manusia dengan menggunakan metode peminjaman energi dalam sistem bumi yang bukan melalui proses pemerkosaan terhadap isi bumi, kemudian dimediasi oleh suatu azas yang berkebalikan dengan konsep thermodinamika terhadap mesin, telah dimulai bahkan telah disiapkan sebagai teknologi aplikatif. 

Dan energi yang dipinjam oleh azas tersebut adalah berdasarkan penemuan fenomenal di awal abad 20 yaitu kelimpahan partikel cahaya dan gelombang tak tampak yang ada di bumi sejak tercipta ratusan juta tahun yang lalu.

Dapat dibayangkan, sistem di dalam bumi begitu mampat dengan adanya partikel maupun gelombang kasat mata yang menjadi tempat perambatan energi yang bersifat kekal. Selanjutnya azas yang berkebalikan dengan thermodinamika terhadap mesin akan meminjam suatu energi bebas tersebut untuk menjadikannya sebagai penggerak bersistem anti-mesin yang dapat membantu manusia dalam berperikehidupan. 

Karena azas tersebut diberlakukan kepada sistem anti-mesin dan energi yang digunakan adalah meminjam kelimpahan energi dalam sistem yang beraturan dalam bumi, maka selain keberimbangan isi sumber alam dalam bumi dapat dikondisikan, tidak menimbulkan polutan karena mengoperasikan sistem bukan mesin, juga energi bebas yang mampat dalam sistem bumi dapat dikelola ulang. Dengan demikian proses menuju ketidakberaturan sistem di bumi dapat diperlambat.

Masalahnya, tidak semua manusia setuju dengan gagasan dan temuan tersebut, sehingga belum menjadi teknologi aplikatif yang populer hingga saat ini. Salah satu penyebabnya adalah cara berpikir yang belum semua manusia bisa memahami dan memaklumi bahwa bumi beserta isinya ini dalam wujud yang tidak kekal, meski mengandung energi yang kekal. 

Juga, kebanyakan manusia sejak abad revolusi industri sudah berasa nyaman dengan sistem ikutannya berupa kapitalisasi terhadap isi sumber alam di dalam bumi, untuk dipecah menghasilkan energi demi bisa menerapkan azas thermodinamika terhadap mesin agar manusia lebih terbantu kehidupannya. Sistem ini sejak lebih dari 200-an tahun lalu telah terbukti bisa mewarnai perikehidupan manusia hingga seolah mereka tampak lebih maju dari ribuan tahun generasi sebelumnya.

Nah sekarang, bagaimana ?

Apakah kita sebagai bagian dari manusia yang tinggal di bumi ini ikutan larut saja dengan sistem yang seolah membuat nyaman selama ratusan tahun ? 

Merasa menjadi generasi yang lebih maju dibanding ribuan tahun generasi terdahulu ? 

Memahami bahwa penggunaan energi hasil pemerkosaan terhadap isi bumi ini turut mempercepat proses ketidakberaturan sistem di bumi menuju keberaturan absolut, namun tidak punya keyakinan diri untuk mengingatkannya ? 

Belum percaya akan adanya sekumpulan sedikit cerdik cendikia yang telah menemukan azas anti thermodinamika terhadap sistem anti-mesin yang berperan membantu kehidupan manusia dengan cara yang bisa memperlambat ketidakberaturan sistem dalam bumi, karena belum pernah membayangkan sebelumnya bahwa itu ada ?

Tak mengapa, tidak perlu dijawab sekarang, karena cara pandang bukanlah obyek yang harus dirubah dengan suatu pemaksaan yang hanya berujung pada keterpaksaan berpikir.

Jadi, saya akan membiarkannya menjadi perenungan yang membingungkan. 

Karena proses pembelajaran itu sejatinya bertujuan untuk mencapai titik kebingungan.
Asal bukan keputusasaan, karena kita masih mempelajari fenomena dalam semesta bumi di mana memang kita diciptakan tinggal di dalamnya, beserta akal dan panca indera yang dianugerahkanNya.

Selamat merenung, saya tinggal dulu menikmati pangsit mie ayam yang panjang bergelombang-gelombang.

Tanjungredeb, 19 Desember 2014



Bersujud, mensyukuri sistemNya





Kiranya memang benar, jika alam semesta ini awal mula tercipta dalam kondisi pasangan materi dan antimateri yang berimbang.

Seiring perjalanan waktu, sekian milyar tahun kemudian, materi diberi kesempatan untuk mendominasi alam semesta sehingga berisi materi-materi tampak yang bisa dipelajari makhluk ciptaanNya sesuai panca indra dan akal yang dianugerahkan.

Konsep berpasangan itu hanyalah sepersekian dari sekian jumlah pengetahuan yang dimilikiNya dan masih menjadi rahasiaNya.

Konsep ini melengkapi anugerah lainnya berupa ruang dan waktu, agar setiap ciptaanNya dapat berinteraksi di dalamnya melalui suatu sistem dengan tingkat keberaturan yang absolut tanpa pengandaian sedikitpun. 

Sementara ini anti materi sedang dalam kondisi terpinggirkan. Namun bukan berarti materi akan kekal mendominasi alam semesta ini. Karena ketika konsep berpasangan telah menjadi bagian dari sistem yang absolut itu, maka kemunculan anti materi yang bakal mendominasi alam semesta, akan menjadi suatu keniscayaan agar alam semesta menuju suatu keseimbangan yang justru menuju ke sistem berpasangan itu sendiri.

Karena konsep berpasangan itu melengkapi kaidah keberadaan ruang dan waktu, maka beralihnya dominasi anti materi terhadap materi bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, di alam telah disemestakan ini.

Kapan dan di mana itu akan terjadi? 

Bagaimana tanda-tanda hingga tahapan-tahapan anti materi akan mendominasi alam semesta? 

Seperti apa kondisi alam semesta dalam wujud anti materi?

Bagaimana wujud ciptaan dalam kondisi anti materi nantinya, sementara sekian milyar tahun lalu hingga saat ini para makhluk ciptaan terbiasa untuk berperikehidupan dalam bentuk materi yang terukur?

Sistem absolut seperti apa lagi jika alam semesta ini dalam kondisi anti materi yang dominan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bakal belum bisa dijawab bahkan sekedar terandaikan. Masih diluar batas jangkauan pengetahuan yang menjadi rahasiaNya.

Mengimani keberadaanNya, bukanlah perwujudan sebuah keputusasaan atas ketidakmampuan untuk mencari dan membuktikan.

Namun justru sebuah keberserahan total atas segala ketidakmampuan untuk mengungkap sistem absolut yang telah digariskanNya. 

Jadi, jangan pernah merasa bangga karena tidak beriman kepadaNya.

Bersujud, adalah cara yang tepat untuk mensyukuri menjadi bagian dalam sistemNya dan menandai keagunganNya.

Ya Sin 36:36

Tanjungredeb, 10 Desember 2014

Tawakal



 




Psikologi itu ilmu pengetahuan yang paling susah di permukaan bumi ini...

Karena berusaha mempelajari bahkan menebak-nebak apa-apa saja yang ada dalam pikiran dan suasana hati makhluk hidup, sementara ada peran Sang Pencipta kehidupan untuk membuat pikiran dan suasana hati mereka sedemikian rupa sehingga tidak sepenuhnya mudah dipelajari hingga tepat ditebak oleh sang pembelajar ilmu ini.
 
Artinya, pembelajar ilmu ini juga harus mengembangkan keingintahuannya untuk mempelajari dan menebak apa-apa saja yang dikehendaki oleh Sang Pencipta terhadap ciptaanNya.

Opo 'ra modiyaar angel 'e ??

Bayangan saya, sang pembelajar ilmu ini, dalam 'kebingungan, kebimbangan hingga keputusasaannya' akan memiliki kesempatan menjadi lebih cepat menyadari keEsaanNya dibandingkan pembelajar ilmu lainnya.

Harapan saya tadinya adalah; para pembelajar ilmu ini, ketika mereka sudah mencapai tingkatan 'putus asa' hingga mengakui bahwa peran Sang Pencipta dalam mengurusi segala hal terkait cara berpikir dan suasana hati para makhlukNya sangatlah dominan. Sehingga menjadikan mereka -para pembelajar ilmu ini- sebagai sekumpulan filsuf hingga sufi yang menomorsekiankan urusan duniawi kecuali bercengkerama denganNya untuk kemudian mengintisarikan pertemuan itu menjadi pesan-pesan yang membimbing makhluk hidup di bumi ini -utamanya manusia/menungso- menuju kepada kebaikan.


Akhir-akhir ini, aplikasi ilmu ini cenderung menjadi bagian dari penentu kehidupan bagi kebanyakan orang untuk menentukan kelanjutan kehidupannya dijalur formal.

Jika seseorang mau masuk sekolah atau bekerja disuatu perusahaan misalnya, atau seorang karyawan akan dipromosikan, maka dia harus mendapatkan nilai tertentu dari tingkatan taraf kecerdasan ataupun emosinya, melalui suatu metode pengujian yang pertanyaan dan pembobotannya disusun oleh para pembelajar ilmu ini. 

Dan proses yang sebenarnya hanya ingin mendapatkan suatu jawaban atas apa-apa saja yang sebenarnya hanya diketahui oleh setiap yang bersangkutan, harus dibayar dengan biaya yang relatif mahal kepada suatu institusi yang berisikan sekumpulan pembelajar ilmu ini.

Lambat laun, ilmu ini pun menjadi harapan utama atas 'keputusasaan' banyak orang yang perlu mendapatkan jawaban atas kemampuan berpikir dan suasana hati mereka. Sementara, harapan itu justru diimbangi dengan mempersepsikan bahwa ilmu ini sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang relatif mudah dipelajari.

Artinya, akhir-akhir ini pula terdapat kecenderungan bagi banyak orang untuk mendapatkan jawaban kapasitas diri mereka melalui suatu metode aplikatif berupa intisari ilmu pengetahuan yang dipandang mudah untuk dipahami.

Dampaknya adalah; apresiasi atas hasil akhir dengan mengabaikan proses pencapaian, telah menjadi kecenderungan.

Pragmatis.

Jadi, mengembalikan hakikat ilmu Psikologi agar dipandang sebagai ilmu yang lebih menekankan pemahaman akan keEsaanNya, menjadi penting. Agar manusia menjadi sadar sepenuhnya bahwa pasang surut berperikehidupan di bumi ini tidaklah bisa diprediksikan melalui penilaian berwujud angka-angka.

Yakini bahwa taraf kecerdasan, emosi, kedewasaan, minat ataupun hal lainnya, bukan karena mengikuti ujian aplikasi ilmu ini, melainkan melalui sentuhanNya.

Tawakal.

Tanjungredeb, 17 Desember 2014


Movie Lovers Questionnaire's Results



 Movie Lover Questionnaire’s Result

by AJE Consultant


Executive Summary


The purpose of this survey is to figuring out the respondent opinions about art creation named movie.

Conclusions are interesting to be continued in a deeper and wide ranging research about movie as the most influencing factor to global culture’s changes and as the industrial commodity that might impacts on national strength.  

Introduction

This questionnaire’s result relates to respondent’s point of view on the movie either it’s as an art or an entertainment.

There were 15 (fifteen) respondents had been answered the questionnaires voluntarily.

The statistical analysis results is showing a relationship between movie and respondent’s perception considering variation of age, sex, monthly income, storyline preferred and also their vision about movie that can influence a culture.

Findings

There are three trend of percentage showing respondent’s choices i.e.; above 50%, between 25%-50%, and below 25%.

 Figure 1 Histogram Trend of >50%

Explanation of Figure 1;

According to Histogram Trend of > 50%, there are some interesting points;
· Male and female in balance quantity with range of age among 20-29 years old.  
· Have monthly income above 5 millions IDR, love art and watch movie more than3 times a week.
· Like both non linear plot and reboot/prequel movie’s type.
· Prefers Hollywood’s production because its percept has reasonable storyline.
· Movie’s quote becomes an inspiration in true daily life.
· Choose movie’s producer or executive producer as the best carrier in movie industries.
· Agree that movie has been influencing both moral and lifestyle.


 Figure 2 Histogram Trend between 25% and 50%

Explanation of figure 2;

According to Histogram Trend between 25%-50%, there are some interesting points;
· Range of age 30-39 years old.
· Love movie but like art moderately.
· Enjoy movie with friend, prefers both drama and action genres.
· Title and actor/actress as the most important factor to choose movie.
·  Every movie has its own moral messages both peace and humanity.

 
Figure 3 Histogram Trend of <25%

Explanation of figure 3;

According to Histogram Trend of <25%, there are some interesting points;
· Range of age in 40-50 years old.
· Hardly ever to watch movie.
· Asia and East Asia’s country have potentiality becomes Hollywood’s competitor.
· Have uncertain monthly income.
· All agree that movie isn’t only art creation but also have capabilities to influences both moral and lifestyle.  

Conclusions

·     Movie is art creation which has been modified becomes an industrial commodity that gains its audience who has their own income, in range of age which can very easy being influenced both morally and up dated lifestyle.  
·    Hollywood’s has their huge benefit due to their advantages as movie maker in either storyline or its technology. Therefore no matter if movie player devices are made by whatever country, but the movie must be made by Hollywood.
And then, global royalties of movie industries has become a beneficial economic strategy that supports USA.
·      Movie becomes an important part in globalization era to delivers lifestyle progressively and a smart way to gets economical benefits.
·     Indonesia is one of many East Asia countries. And this region is predicted as a Hollywood’s competitor. Therefore Indonesian movie maker still has an opportunity to create many movies which have storyline that might inspire life spirit of the audiences, especially for the youth.

Recommendation

This questionnaire assessment’s results can be presented to Indonesian movie makers in regards the quality improvement effort for Indonesian movies.

Samburakat Campus, 
December 1, 2014.

Thank you and have a nice day, 
aje

:)