Kamis, Desember 25, 2014

Ketikan Orisinil & Klasik





Malam-malam begini, sendirian, ngetik...

Jadi ingat dulu jaman smp sampai kuliah pernah pake mesin ketik merk ini. Bentuk dan modelnya nggak sama persis dengan gambar ini, tapi mirip banget.

Enak buat ngetik, tombol hurufnya enteng ditekan tapi jatuhnya palu huruf pada kertas, begitu mantab. Huruf-hurufnya bisa jelas dan rapi hingga 2-3 lembar salinan sekaligus.

Harus dilapisi kertas buram di bawah kertas utama, supaya ban karet gulungannya awet, tidak berbekas deretan ketukan palu huruf.

Beratnya sekitar 5 kiloan dan aroma-aroma minyak pelumas kertas buram, kertas karbon juga pita hitamnya, masih saya ingat.

Sebelum mengetik, dibuat draft tulisan tangan selengkapnya, atau harus benar-benar dipikirkan kata atau kalimat yang akan diketik, biar tidak bolak-balik narik kertas berisikan ketikan keliru, kemudian diremas-remas gemas, gregretan.

Jaman dulu, ketika teknologi mesin ketik yang mempermudah mengoreksi ketikan masih menjadi barang mewah, sang penulis benar-benar mempertahankan ketikan pertamanya agar bisa melaju cermat menjadi runtutan ketikan yang menuturkan gagasannya.

Mengoreksi ketukan palu ketik yang telanjur mengguratkan berbaris kata dalam suatu naskah, sebisa mungkin jarang dilakukan, karena justru akan mengubah mood yang bisa mengaburkan ide-ide awalnya.

Hasilnya adalah karya yang orisinil, karena keterbatasan teknologi justru membantu penuturan gagasannya sealamiah mungkin. Ibarat kolostrum ASI alami kepada bayi yang baru lahir, ide awal akan memperkuat suatu karya tulis.

Jadi, pada era teknologi mengetik yang sangat dipermudah melakukan koreksi menggunakan fungsi delete/backspace/cut hingga copy-paste saat ini, cobalah sekali-kali mengabaikan fungsi-fungsi itu.

Bayangkan sedang menggunakan mesin ketik dalam gambar ini dan rasakan 'sengsara'-nya mengetik dengan mempertahankan ketikan pertama, sedapat mungkin tanpa mengkoreksi hingga semua gagasan tertuang dalam tulisan.

Dijamin, hasilnya adalah karya tulis yang orisinil dan klasik.

Orisinil berarti suatu tulisan yang terjaga dari godaan mengakomodir ide palsu karena keseringan mengkoreksi.

Klasik berarti suatu tulisan yang tidak akan bosan untuk dibaca berlama-lama, dari waktu ke waktu.

Paham?

Mari mulai.... 'ctak...'ctok...'ctak...'ctek....'ctak...'ctok ...'cting !!...kreeeeek

*dihiasi decak cicak di dinding; ..ck ck ck ck ck ckkkk*

Tanjungredeb, 6 Desember 2014

Didalam Tujuh






Dan Sang Pencipta memberi petunjuk keberadaan tujuh lapis langit (seven heavens), yang tidak hanya bisa diterjemahkan secara harfiah bahwa lapisan langit ada tujuh, melainkan lebih luas lagi berupa pola keberaturan semesta yang jauh dari bayangan sebelumnya bagi sang makhluk ciptaanNya.

Betapa ketujuh lapisan semesta itu masing-masing secara bersamaan memiliki ruang dan waktu yang meskipun tidak sama persis akan saling berhubungan dan berkaitan dimana semua makhluk ciptaanNya, masing-masing akan berkesempatan berperikehidupan di dalamnya dengan pola imbal balik serta konsekuensi yang akan didapatkannya, tanpa disadarinya.

Jadi, setiap makhluk ciptaanNya yang telah berada dalam satu semesta, maka segala keputusannya dalam berperikehidupan di semesta itu akan berkonsekuensi kepada kehidupannya dalam semesta lain yang berjajar di sebelahnya.


Tentunya, petunjuk ini diberikan kepada makhluk ciptaanNya yang paling sempurna, yang dikaruniai akal, budi pekerti dan wujud fisik yang memungkinkan mereka berperikehidupan dalam salah satu semesta itu, sebagai manusia.

Dalam kondisi yang sedikit tersucikan -yang seringkali- tidak disadari oleh manusia, beberapa semesta itu menjadi beririsan, sehingga dirasakan sebagai suatu sekelumit bayangan masa depan, yang sering disebut de javu.

Tidak mustahil, ketujuh lapis semesta itu saling berimpitan satu sama lain sehingga seorang manusia yang sangat suci, bisa mengembara di dalamnya untuk melihat apa-apa saja keterkaitan antar semesta sebagai konsekuensi yang dialami oleh semua makhluk ciptanNya, terutama manusia, dalam setiap deretan semesta itu.

Dan itu pernah di alami seorang Rasul, sang manusia tersucikan yang diberi kesempatan menengok setiap tujuh semesta itu hingga menghadap Sang Pencipta disinggasanaNya, untuk kemudian dikembalikan ke semesta dimana dia berperikehidupan.

Berusaha bersuci, berarti kita -sebagai manusia- memiliki kesempatan untuk merenungkan keberadaan masing-masing dalam setiap semesta sebagai konsekuensi setiap detik, bahkan seper sekian detik atas segala keputusan yang kita buat ketika berperikehidupan di semesta saat ini. 

Meningkatkan kesucian, berarti memiliki kesempatan untuk bisa melanglang ke semesta lain melebihi kesempatan yang didapatkan oleh manusia pada umumnya dan menyadari bahwa betapa perikehidupan dalam semesta saat ini hanya sebagian kecil dari pola keberaturan antar semesta yang menunjukkan keEsaanNya.

Dan menjadi suci, berarti setiap keputusan yang akan diambil, setiap langkah yang akan dilalui, selalu mengingat keberadaanNya beserta sistem Maha Jenius ciptaanNya.

Samburakat, 31 Agustus 2014

Hweci ku, Ote ote





Dongeng pagi hari.

Ada yang bilang, Ote-ote dan Hweci itu sama saja...

Menurut saya, Ote-ote itu bentuknya tanpa topping. Jikapun ada, biasanya toppingnya sederhana macam kacang goreng atau sekedar cabe rawit yang diselipkan di atasnya.

Sedangkan Hweci, toppingnya lebih menimbulkan selera, karena ada seonggok udang di atasnya.

Sebelum dikenal menjadi Hweci, namanya masih Ote-ote.

Ada kisahnya itu, begini;

'Dahulu kala, ada pedagang Ote-ote berinovasi menanamkan seonggok udang sebagai topping jajanan itu. Ternyata laku dijual.

Suatu saat, pas dia jualan di depan halaman sekolah anak-anak. Ketika bel istirahat berdentang, terjadilah peristiwa ketika ada segerombolan anak-anak sekolah mencuil-cuil udang di atas Ote-ote dan menguyah-ngunyahnya, tanpa sepengetahuan sang bakul jajanan itu, kemudian membalik posisi Ote-ote itu agar tidak kelihatan bolong, karena ilang udangnya.

Pas bel masuk berbunyi, anak-anak pun berhamburan kembali ke dalam kelas. Sang bakul pun kemudian merapikan jajanannya. 

Dan betapa kagetnya dia begitu melihat Ote-ote jualannya pada bolong-bolong raib udangnya.

Remuk redam dibuatnya, tak tahu harus berkata apa, saking marahnya tanpa sadar sang bakul berteriak; "..Huuueeecciiiiiiiii....!!!" .'

Sejak itulah Ote-ote berganti nama menjadi Hweci.

Hweci pun terdengar lebih menantang, dari pada yang to the point langsung tidak berpakaian (Ote-ote).

Samburakat, 20 September 2014

SK Kementrian Kuliner Dan Perbaikan Gizi Nasional





Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Menimbang;

1. Protein, lemak dan mineral dibutuhkan manusia agar membantu perkembangan sel-sel dalam tubuhnya.

Mengingat;

1. Vitamin C alami dalam uleg-an lombok, tomat dan perasan jeruk nipis dapat mencegah berubahnya kolesterol baik dalam makanan berkadar lemak tinggi menjadi kolesterol jahat.

2. Keinginan manusia usia paruh baya untuk tetep bisa menikmati jenis makanan tersebut di atas tanpa harus terlalu dibayangi kandungan kolesterol sirik dalam tubuhnya.

Memutuskan;

Menetapkan Iga goreng penyet berlimpah sambel pedes nggak ketulungan (kayak kamu yang cakepnya nggak ketulungan), sebagai menu makan siang hari ini.

Pasal 1. 

Agar supaya tidak hanya kandungan lemak terkurangi, tetapi juga keringat bercucuran tanpa harus fitness/berolahraga menyengsarakan.


Pasal 2.

Vitamin C berasal dari lombok, tomat, jeruk.


Protein berasal dari bagian otot iga.

Lemak berasal dari bagian daging berlemaknya iga.

Kalsium berasal dari bagian tulang lunak dan tulang kerasnya (bagi yang gemar krokot-krokot sambil ndelik-ndelik/jaim biar nggak di-bathin sama orang sebelah).

Mineral berasal dari remah-remah batu ulegan dan cobek-nya yang bercampur dalam sambal.

Pasal 3. 

Janji, nanti sendawa (glegek-en)-nya yang eksklusif ala pejabat teras setingkat menteri.



Diundangkan di sini, agar diterapkan di sana.

15 Mei 2014,

Menteri Kuliner Dan Perbaikan Gizi Nasional.

ttd.

Saya.