Senin, Juni 22, 2015

What's Apple?


This isn’t story of either Apple as a fruit or Apple as a gravity phenomenon proved by Sir Isaac Newton but the story of the most popular personal computer’s brand called Apple. The revolution started in Cupertino, California on April 1, 1976 when a genius young man named Steve Job created a wood box personal computer in his garage room with his colleagues.

Apple as a company achieved an important breakthrough when Steve Job reinvented the personal computer with Macintosh in 1980s. 

Since then the invention of a big, heavy and complicated computer was totally finished by that revolutionary creation. The personal computer or PC has become an important device that is used to help people in their daily activities.

In the middle of the 80’s, Steve Jobs ironically left Apple –the company that was developed by him. Apple lost the grand innovator and its production became just an ordinary PC without a great innovation. 

After Steve Jobs came back, he broke the brick wall in Apple by introducing the iPod digital music player on October 23, 2001. He didn’t need a long time to make this smart digital music player a booming trend that has influenced people’s life style especially for the youth. 

The way Steve Jobs led Apple has inspired the management style in high-tech industry. Apple has informal culture that precisely motivates a day-to-day innovation to its employee. 

Then, many product innovated by Apple just flow like water that always fulfills consumer’s demand, such as; iPhone and iPad. The distinctive Apple products are luxurious, tough, effective, smart and user-friendly. Although Apple brand is relatively more expensive than other brand’s product, it still has its fanatic consumer around the globe. 

Steve Jobs succeeded to rebuild the ruins of Apple during the 80’s. Since 2000, Apple has had the highest brand loyalty of any computer manufacturer. Now Apple has operated more than 250 retailers and has employed over 75,000 people worldwide. 

Recently, Fortune survey says that Apple has ranked first as the most admired company overall. Also, iPhone has been voted as world’s coolest brand by people based on CoolBrands’s survey.  The iPhone commotion happened on September 28, 2009 when App Stores surpassed 2 billion of downloads. 

Obviously, Apple is experiencing the greatest expansion in its history. 

Now, Apple is trying to focus on its software development more than ever. This effort is targeting the next generation in the purpose of make them interested in learning everything which is helped by a smart device and intelligent software. For example; currently Apple is offering students a free iPod Touch with the purchase of a MacBook. 

Well, just like fruit, Apple makes humans get their vitamin ;)

aje

Rabu, Maret 04, 2015

Perjalanan Para Leluhur


Ratusan bahkan mungkin ribuan tahun lalu para leluhur/nenek moyang, dari tanah asalnya di Asia Selatan - Indochina mengembara mulai Sumatera ke Jawa kemudian menyebar ke Kalimantan, Sulawesi, Bali. Tidak sampai ke wilayah timur karena terhadang oleh lautan Arafura, laut yang sebenarnya di kawasan timur Nusantara.

Dalam pengembaraannya mereka berkelompok, berasimilasi dengan pribumi yang murni keturunan Phytecantropus Wajakensis membentuk suatu komunitas untuk bertahan di alam yang benar-benar masih asli nan elok rupawan.

Jika sudah dirasa cukup komunitas dan peradabannya, mereka melanjutkan lagi pengembaraannya membuka jalan baru di antara rimbunan pepohonan hutan tropis yang lebat dan serangan hewan-hewan liar di sana-sini, sambil berjalan kaki atau naik kuda atau naik kereta kuda atau ditandu dengan sesekali meninggalkan beberapa prasasti bukti napak tilasnya, untuk kemudian membentuk peradaban baru di wilayah yang masih asing, liar namun penuh harapan.

Tidak ada tenggat waktu dan target pencapaian waktu itu. Hanya berjalan-berjalan dan berjalan, berkenalan dengan spesies sekerabat yang baru dikenalnya, bersosialisasi, berasimilasi, beranakpinak dan bisa melanjutkan hidup di tanah baru.

Puluhan hingga ratusan tahun kemudian komunitas-komunitas itu semakin besar, beradab, memiliki keunikan budaya dan persamaan pandangan hingga mampu membentuk sistem pemerintahan (penguasa dan rakyat) berupa kerajaan-kerajaan.

Menurut catatan sejarah, konon kerajaan pertama adalah Syiwa yang dipimpin Putri Sima pada abad 6 masehi. Suatu kerajaan, pasti akan memiliki suatu sistem pemerintahan dan sosial-budaya yang ditunjang oleh sarana fisik yang dibangun dengan menerapkan teknologi tertentu. Sebagai jejak peradaban yang paling awet hingga kini adalah candi-candi.

Jika memang demikian, maka pengembaraan dari tanah asal para leluhur bisa jadi dimulai sejak 4-5 abad sebelum masehi atau 1000-an tahun sebelum kerajaan pertama berdiri, dengan perkiraan tahapan proses peradabannya mulai dari;

-  beradaptasi dengan alamnya dan bertahan,
-  menentukan wilayah tetap,
-  bersosialisasi dan asimilasi dengan kelompok aseli,
-  menggarap tanah sebagai sumber pangan/papan,
-  berkoloni dan beranak pinak,
-  membuat kesepakatan sistem sosial,
-  menunjuk pemimpin kelompok maupun sub-sub kelompok,
-  menyepakati sistem pemerintahan sederhana; ada yang merintah dan ada yang diperintah,
-  hingga saling berbagi pengetahuan untuk menerapkan ilmu dan teknologi tertentu agar komunitas menjadi semakin mapan. 

Bisa jadi, komunitas itu pernah mengirimkan perwakilannya untuk belajar ilmu dan teknologi di tanah asalnya, yang relatif lebih maju peradabannya. Misal; untuk bangun candi ataupun sarana/infrastruktur yang dibutuhkan.

Dalam perjalanannya, ratusan tahun kemudian proses alami memperadabkan tanah baru itu memunculkan kerajaan-kerajaan baru, yang dalam perkembangannya pula, atas sifat dasar manusia yang suka bersaing, mereka pun lantas harus bersaing untuk menunjukkan wilayah yang dikuasainya, yang sudah kadung menjadi suatu peradaban yang unik dan khas, melalui proses pembangunan budaya ratusan tahun lamanya, yang selanjutnya menjadi suatu kedaulatan yang harus dipertahankan.

Persaingan antar kerajaan atas sifat mendasar manusia itu pun dimulai, seolah melupakan sejarah pengembaraan leluhurnya dari tanah asal yang sama dan merupakan keturunan yang sama, setidaknya, antara kelompok pengembara yang phytecantropus asia selatan dengan phytecantropus wajakensis tadi.

Roda sejarah pun terus berputar menuju babak pengaruh budaya baru yang menjadikan wilayah ini semakin banyak mendapatkan pengaruh dari penjuru bangsa-bangsa pionir = asia tengah dan eropa.

Katakanlah pengaruh budaya asia tengah mulai abad 10 masehi dan pengaruh budaya eropa pada 17 masehi. Kiranya pengaruh kebudayaannya relatif muda untuk merubah dominasi budaya yang sudah ter-kharakteristik dan mengakar kuat atas hasil proses peradaban dari Asia Selatan-Indochina yang relatif jauh lebih lama dan jauh lebih dramatis.

Ibaratnya pengaruh budaya Asia Tengah dan Eropa itu instan.

Sedang pengaruh budaya dari asia selatan dan indochina itu mendarah daging. Mungkin juga ditunjang dengan kondisi alamnya yang sama-sama di kawasan tropis. Tapi –menurut saya-; tempaan proses membuka peradaban baru di tanah air yang masih asli, dalam kurun waktu ribuan tahun, akan berpengaruh menjadi faktor genetik yang menghasilkan kharakter yang unik yang selaras dengan kondisi alam sebagaimana pernah menghidupi para leluhurnya.

Jadi, jika menyadari jati diri dari kebanyakan yang hidup saat ini di negeri ini adalah para pengembara tangguh dari bangsa yang berhasil menjadikan suatu peradaban dan kebudayaan yang unik sejak tiga ribuan tahun lalu, mengapa kita-kita ini begitu senang mencoba mempelajari kebudayaan dari bangsa-bangsa yang belum sempat menempa jati diri yang mengakar kuat ?

Banyak hal; mulai seni, budaya, politik, ilmu pengetahuan, teknologi hingga agama. Hampir semuanya dipelajari, ditiru dan diterapkan –bahkan sedikit memaksa- dari bangsa-bangsa yang memberikan pengaruh budaya instan itu. Sementara ada semacam kata bathin dari dalam yang meronta bilang;

 “…itu bukan kharakter unik kami. Para leluhur dan nenek moyang kami, atas tempaan hasil pengembaraan tangguh ribuan tahun silam bukan begitu kharakternya…yang dipelajari, ditiru dan diterapkan itu, baru ratusan tahun kemarin…” 

Alhasil, hal-hal yang dicoba pahami namun kurang sesuai dengan jati diri itu, hanyalah menjadi butiran air di atas daun. Tidak meresap sebagaimana butiran air di atas bumi.

Bisa dipelajari, ditiru dan diterapkan namun tidak seimbang dengan kharakter alami.

Sama seperti manusia secara individu, suatu bangsa akan menjadi matang jika sudah memahami dan memaklumi jati dirinya.
 
Terlambat ? mungkin iya.

Tapi coba renungkan betapa tangguhnya para leluhur ketika mencoba mengisi kehidupan di tanah air baru ribuan lahun lalu, yang mengguratkan jati diri yang membekas sampai kini. Tanpa sekalipun berucap; ‘Terlambat’…

Tanjung Redeb, 3 Maret 2015.

Minggu, Februari 15, 2015

The Economic Situation of My Country at the Moment

Since the middle of the 80’s Indonesia has been implementing its economic system in capitalism more than socialism that represented by Koperasi. 

Koperasi was the economic system which expected to be a future goal by Indonesian founding fathers. 

The government had a policy to increase the investment of bank industry. There were plenty of new banks that ‘popped up’ suddenly at that time. Most of the names of the bank were never known before by people who just only knew the old banks like; BRI, BNI, Bank Bumi Daya and Pos Indonesia which had services for saving money.

Banks are the capitalism’s machine. Moreover capitalism system will allow a progressive life style as the source of a provided impact for that system. Therefore Indonesian people has been introduced how to use the money for not just only to cover their needs but also what they want or life style.

The capitalism system also stimulates huge exploration and exploitation for natural resources as well, mostly energy resources. The energy will support the industrial activities that produce some product matters for what people want, not need.

Now, after more than 30 years Indonesia has became one of many countries which are trapped in global capitalism system’s interest. Indonesia tends to be a victim of this system mostly in the next generation’s point of view in life and natural resources.

Indonesia’s natural resources diversities like oil, gas, mineral and coal has become the most targeted of other countries which are the leaders of this system. Almost all the private companies in those exploitation commodities businesses always use it as a primary dividend. 

Unfortunately, it is parallelized by an unproductive government companies in that business sector. Because of bureaucracy they have difficulty in competing the private companies. Although government companies never go bankrupt because it is always financially supported by government, the main positive impact of capitalism system is entrepreneurship creativity will be forgotten.

It is not only in government sector but also for youth who want to expand their entrepreneur capabilities. The rate of bank loan is very high; 11% and this can decrease entrepreneur proclivities. Since there has been a gap of entrepreneurship, sooner or later Indonesian people are being educated to become just only a consumer. Perhaps this is the part of global scenario to maintain a recession in Indonesia.

However, there is still a bright side in a very dark corner :)

Government and representatives should have the same vision and mission as the effort to make a good opportunity that supports Indonesia’s economic breakthrough. Moreover the media must be participated as an educative agent for the people especially the youth.

After all, better economy for Indonesia is worth being forecasted.

Tanjung Redeb,
February 12, 2015.

Kamis, Desember 25, 2014

Meminjam Energi.


Benar bahwa energi itu kekal, hanya berubah wujud.

Energi yang menghuni dalam sistem di bumi ini, dari dulu tetap. Hanya saja perubahan energi dari wujud satu ke lainnya menyebabkan tingkat ketidakberaturan sistem yang terus menerus meningkat hingga suatu saat bumi ini dilenyapkan dan berubah wujud dalam suatu sistem baru yang belum diketahui pasti pola keberaturannya.

Jika, ketidakberaturan ternyata adalah keberaturan itu sendiri, maka perubahan energi dari suatu wujud menjadi wujud lainnya dalam suatu sistem, memiliki tingkat keberaturan yang tetap. Dengan demikian, mengupayakan untuk mengeluarkan energi dengan cara memecah inangnya yang berupa sumber alam di bumi, apakah kayu, batu, minyak dan gas justru memicu ketidakberaturan sistem yang justru akan mempercepat sistem dalam bumi ini menuju ke keberaturannya yang absolut, yaitu; Lenyap. 

Artinya, ada cara lain untuk menggunakan energi yang diperlukan guna menunjang kebutuhan manusia dengan cara meminjam energi dalam sistem yang teratur di bumi. Meminjam, bukan mengeluarkan paksa energi dari dalam inang tempatnya bernaung. Dan beberapa energi yang bisa dipinjam serta memang telah disediakan dalam sistem yang teratur dalam bumi seperti; sinar matahari, angin, ombak, aliran air dan sebagainya.

Masalahnya, sejak revolusi industri pada pertengahan abad 18 hingga 19, manusia mulai terbiasa dengan penggunaan energi yang dipaksa keluar dari dalam inangnya berupa sumber alam tadi agar dapat menghidupkan sebuah karya manusia yang bernama mesin. 

Sekian ratus kemudian hingga saat ini ketergantungan manusia pada mesin masih menggelayut, belum bisa lepas mandiri, ibarat bayi yang belum bisa disapih dari tetek ibunya. Istilahnya; nenen sama mesin terus. Tanpa kehadiran mesin, perikehidupan manusia seolah tidak bisa dipermudah sama sekali. Sekian ratus tahun rupanya manusia sudah merasa nyaman dalam dekapan mesin.

Sampai saat inipun, belum ada perubahan yang radikal pada pola kerja mesin, dimana diperlukan energi dengan besaran kalori tertentu untuk menghasilkan panas agar bisa menggerakkan piranti mesin supaya dapat berkinerja sesuai dengan keinginan manusia untuk termudahkan kehidupannya. Dan energi yang digunakan kebanyakan melalui pemerkosaan atas isi bumi sebagai inang tempat bersemayam sebelumnya.

Menggerakkan mesin dengan cara meminjam energi dari keberaturan sistem di bumi, belumlah cukup mampu menghasilkan kinerja mesin agar membantu kehidupan manusia yang keinginannya semakin berkembang dari waktu ke waktu.

Padahal, jika logikanya dibalik, dimana bukan memandang konsep thermodinamika sebagai satu-satunya azas penggerak mesin secara otomatis tanpa tenaga manusia ataupun makhluk hidup lainnya. 

Juga jika memandang mesin bukan satu-satunya alat yang bisa membantu kehidupan manusia, maka ketergantungan terhadap mesin yang menyebabkan ketidakberaturan sistem di dalam bumi semakin meningkat akibat pemerkosaan terhadap isi bumi agar menghasilkan energi, dapat dikurangi bahkan ditiadakan sama sekali. 

Sehingga bumi pun suatu saat nanti, dengan sendirinya akan menemukan keberaturan absolutnya dengan cara yang tetap membuat nyaman penghuninya. Tidak melalui tahap yang carut marut, mengerikan.

Pada awal abad 20, ketika ilmu pengetahuan tertua yang dikenal manusia yaitu fisika kembali hidup dari mati surinya sejak berakhirnya era fisika klasik, yang ditandai oleh -salah satunya- penemuan fenomena cahaya yang bukan sekedar partikel namun juga gelombang, dimana penemuan ini turut memengaruhi manusia untuk mulai memikirkan cara-cara yang bisa membuat mereka termudahkan dalam berperikehidupan di bumi dengan tetap mengupayakan keberimbangan sumber-sumber alam yang tersedia di bumi.

Kenapa demikian? karena sejak itu pula manusia memasuki era fisika modern yang melalui pembelajarannya hingga menjangkau batas nalar diluar semesta bumi, manusia semakin menyadari bahwa keberaturan sistem di alam semesta ini, melalui proses ketidakberaturan sistem di dalamnya pada saat yang tepat nanti akan menempati suatu sistem keberaturan baru yang belum bisa terbuktikan bahkan terbayangkan seperti apa kondisinya. 

Dengan kata lain, manusia lambat laun juga semakin menyadari bahwa upaya untuk memaksa isi bumi untuk mempermudah kehidupan mereka justru akan mempercepat proses menuju ketidakberaturan sistem tersebut, dimana bayangan bumi yang berada pada kondisi nelangsa menjadi keniscayaan.

Jadi, saya percaya bahwa saat ini inisiatif untuk membantu mempermudah kehidupan manusia dengan menggunakan metode peminjaman energi dalam sistem bumi yang bukan melalui proses pemerkosaan terhadap isi bumi, kemudian dimediasi oleh suatu azas yang berkebalikan dengan konsep thermodinamika terhadap mesin, telah dimulai bahkan telah disiapkan sebagai teknologi aplikatif. 

Dan energi yang dipinjam oleh azas tersebut adalah berdasarkan penemuan fenomenal di awal abad 20 yaitu kelimpahan partikel cahaya dan gelombang tak tampak yang ada di bumi sejak tercipta ratusan juta tahun yang lalu.

Dapat dibayangkan, sistem di dalam bumi begitu mampat dengan adanya partikel maupun gelombang kasat mata yang menjadi tempat perambatan energi yang bersifat kekal. Selanjutnya azas yang berkebalikan dengan thermodinamika terhadap mesin akan meminjam suatu energi bebas tersebut untuk menjadikannya sebagai penggerak bersistem anti-mesin yang dapat membantu manusia dalam berperikehidupan. 

Karena azas tersebut diberlakukan kepada sistem anti-mesin dan energi yang digunakan adalah meminjam kelimpahan energi dalam sistem yang beraturan dalam bumi, maka selain keberimbangan isi sumber alam dalam bumi dapat dikondisikan, tidak menimbulkan polutan karena mengoperasikan sistem bukan mesin, juga energi bebas yang mampat dalam sistem bumi dapat dikelola ulang. Dengan demikian proses menuju ketidakberaturan sistem di bumi dapat diperlambat.

Masalahnya, tidak semua manusia setuju dengan gagasan dan temuan tersebut, sehingga belum menjadi teknologi aplikatif yang populer hingga saat ini. Salah satu penyebabnya adalah cara berpikir yang belum semua manusia bisa memahami dan memaklumi bahwa bumi beserta isinya ini dalam wujud yang tidak kekal, meski mengandung energi yang kekal. 

Juga, kebanyakan manusia sejak abad revolusi industri sudah berasa nyaman dengan sistem ikutannya berupa kapitalisasi terhadap isi sumber alam di dalam bumi, untuk dipecah menghasilkan energi demi bisa menerapkan azas thermodinamika terhadap mesin agar manusia lebih terbantu kehidupannya. Sistem ini sejak lebih dari 200-an tahun lalu telah terbukti bisa mewarnai perikehidupan manusia hingga seolah mereka tampak lebih maju dari ribuan tahun generasi sebelumnya.

Nah sekarang, bagaimana ?

Apakah kita sebagai bagian dari manusia yang tinggal di bumi ini ikutan larut saja dengan sistem yang seolah membuat nyaman selama ratusan tahun ? 

Merasa menjadi generasi yang lebih maju dibanding ribuan tahun generasi terdahulu ? 

Memahami bahwa penggunaan energi hasil pemerkosaan terhadap isi bumi ini turut mempercepat proses ketidakberaturan sistem di bumi menuju keberaturan absolut, namun tidak punya keyakinan diri untuk mengingatkannya ? 

Belum percaya akan adanya sekumpulan sedikit cerdik cendikia yang telah menemukan azas anti thermodinamika terhadap sistem anti-mesin yang berperan membantu kehidupan manusia dengan cara yang bisa memperlambat ketidakberaturan sistem dalam bumi, karena belum pernah membayangkan sebelumnya bahwa itu ada ?

Tak mengapa, tidak perlu dijawab sekarang, karena cara pandang bukanlah obyek yang harus dirubah dengan suatu pemaksaan yang hanya berujung pada keterpaksaan berpikir.

Jadi, saya akan membiarkannya menjadi perenungan yang membingungkan. 

Karena proses pembelajaran itu sejatinya bertujuan untuk mencapai titik kebingungan.
Asal bukan keputusasaan, karena kita masih mempelajari fenomena dalam semesta bumi di mana memang kita diciptakan tinggal di dalamnya, beserta akal dan panca indera yang dianugerahkanNya.

Selamat merenung, saya tinggal dulu menikmati pangsit mie ayam yang panjang bergelombang-gelombang.

Tanjungredeb, 19 Desember 2014



Bersujud, mensyukuri sistemNya





Kiranya memang benar, jika alam semesta ini awal mula tercipta dalam kondisi pasangan materi dan antimateri yang berimbang.

Seiring perjalanan waktu, sekian milyar tahun kemudian, materi diberi kesempatan untuk mendominasi alam semesta sehingga berisi materi-materi tampak yang bisa dipelajari makhluk ciptaanNya sesuai panca indra dan akal yang dianugerahkan.

Konsep berpasangan itu hanyalah sepersekian dari sekian jumlah pengetahuan yang dimilikiNya dan masih menjadi rahasiaNya.

Konsep ini melengkapi anugerah lainnya berupa ruang dan waktu, agar setiap ciptaanNya dapat berinteraksi di dalamnya melalui suatu sistem dengan tingkat keberaturan yang absolut tanpa pengandaian sedikitpun. 

Sementara ini anti materi sedang dalam kondisi terpinggirkan. Namun bukan berarti materi akan kekal mendominasi alam semesta ini. Karena ketika konsep berpasangan telah menjadi bagian dari sistem yang absolut itu, maka kemunculan anti materi yang bakal mendominasi alam semesta, akan menjadi suatu keniscayaan agar alam semesta menuju suatu keseimbangan yang justru menuju ke sistem berpasangan itu sendiri.

Karena konsep berpasangan itu melengkapi kaidah keberadaan ruang dan waktu, maka beralihnya dominasi anti materi terhadap materi bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, di alam telah disemestakan ini.

Kapan dan di mana itu akan terjadi? 

Bagaimana tanda-tanda hingga tahapan-tahapan anti materi akan mendominasi alam semesta? 

Seperti apa kondisi alam semesta dalam wujud anti materi?

Bagaimana wujud ciptaan dalam kondisi anti materi nantinya, sementara sekian milyar tahun lalu hingga saat ini para makhluk ciptaan terbiasa untuk berperikehidupan dalam bentuk materi yang terukur?

Sistem absolut seperti apa lagi jika alam semesta ini dalam kondisi anti materi yang dominan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bakal belum bisa dijawab bahkan sekedar terandaikan. Masih diluar batas jangkauan pengetahuan yang menjadi rahasiaNya.

Mengimani keberadaanNya, bukanlah perwujudan sebuah keputusasaan atas ketidakmampuan untuk mencari dan membuktikan.

Namun justru sebuah keberserahan total atas segala ketidakmampuan untuk mengungkap sistem absolut yang telah digariskanNya. 

Jadi, jangan pernah merasa bangga karena tidak beriman kepadaNya.

Bersujud, adalah cara yang tepat untuk mensyukuri menjadi bagian dalam sistemNya dan menandai keagunganNya.

Ya Sin 36:36

Tanjungredeb, 10 Desember 2014